BAB I
KONSEP TEORI
Definisi
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi(Arief Maeyer, 1999 ).
Tifoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Demam tifoid
adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat
difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum.
(Soegeng Soegijanto, 2002)
Etiologi
Penyebab demam tifoid dan demam paratifoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi B danS.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997). Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu
pasien dengan demam tifoid dan pasien dengan carier. Carier adalah
orang yang sembuh dari demam tifoid dan masih terus mengekresi
salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Patofisiologi
Kuman Salmonella typi
masuk tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dimusnakan oleh asam lambung. Sebagian lagi masuk ke
usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum
terminalis yang mengalami hipertrofi. Di tempat ini komplikasi
perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi. KumanSalmonella Typi kemudian
menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar
limfe mesenterial, yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati
kelenjar-kelenjar limfe ini salmonella typi masuk ke aliran darah
melalui ductus thoracicus. Kuman salmonella typilain mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus. Salmonella typi bersarang
di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian lain sistem
retikuloendotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala toksemia
pada demam tifoid disebabkan oleh endotoksemia. Tapi kemudian
berdasarkan penelitian ekperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan
merupakan penyebab utama demam dan gejala-gejala toksemia pada demam
tifoid. Endotoksin salmonella typi berperan pada patogenesis demam tifoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella typi berkembang biak. Demam pada tifoid disebabkan karena salmonella typi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan zat pirogen oleh zat leukosit pada jaringan yang meradang.
Masa tunas demam
tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala yang timbul amat
bervariasi. Perbedaaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia,
tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu gambaran
penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosis,
sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian hal
ini menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat berpengalamanpun
dapat mengalami kesulitan membuat diagnosis klinis demam tifoid.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu food (makanan), fingers (jari tangan/kuku), fomitus (muntah), fly (lalat), dan melalui feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada
orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat,
dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang
sehat.
Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk
ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk kedalam
lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian
lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di
dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran
darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-selretikuloendotelial
ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan
oleh endotoksemia.Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam
pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karenamembantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
Masa inkubasi
demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60
hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa
inkubasi penderita tetap dalamkeadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto,
2002).
Manifestasi Klinis
1. Minggu I
Dalam minggu
pertama penyakit keluhan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada
umumnya , yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia,
mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk
dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan
meningkat.
2. Minggu II
Dalam minggu
kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas dengan demam, bradikardia
relatif, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan ujung merah dan
tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa
somnolen, stupor, koma, delirium atau psikosis, roseolae jarang
ditemukan pada orang Indonesia.
Pemeriksaan Penunjan.
Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan
leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosit dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT
sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan
SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
- Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri
- Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri
- Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.
Dari ketiga
aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar
kemungkinan menderita demam tifoid.(Widiastuti Samekto, 2001).
Komplikasi
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi
neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
Penatalaksanaan
Cara pencegahan
yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari toilet
dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum
susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus
air sampai mendidih dan hindari makanan pedas.
Pengobatan demam tifoid terdiri atas tiga bagian yaitu : perawatan, diet dan obat-obatan.
Perawatan
Pasien dengan
demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari
bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi pasien harus
dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan
kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada
waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik
dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena
kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
Diet
Dimasa lampau,
pasien dengan demam tifoid diberi bubur saring, kemudian bubur kasar dan
akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Karena ada
pendapat bahwa usus perlu diistirahatkan. Beberapa peneliti menunjukkan
bahwa pemberian makanan padat dini dapat diberikan dengan aman pada
pasien demam tifoid.
Obat
Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah :
- Kloramfenikol
- Thiamfenikol
- Ko-trimoksazol
- Ampisillin dan Amoksisilin
- Sefalosporin generasi ketiga
- Fluorokinolon.
Obat-obat simptomatik :
- Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin).
- Kortikosteroid (tapering off Selama 5 hari).
- Vitamin B komp. Dan C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler.
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian pada anak dengan demam tifoid meliputi :
a. Identitas
Sering ditemukan pada anak berumur diatas satu tahun.
b. Keluhan utama
Berupa
perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang
bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi).
c. Suhu tubuh
Pada
kasus yang khas, demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris
remiten dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu
tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya, biasanya menurun pada pagi
hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.dalam minggu kedua,
pasien terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu
berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
d. Kesadaran
Umumnya
kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu apatis
sampai samnolen, jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah (kecuali bila
penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Disamping
gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung
dan anggota gerak dapat ditemukan reseola, yaitu bintik-bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada
minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan
epistaksis pada anak besar.
e. Pemeriksaan fisik:
1) Mulut
terdapat
napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), sementara
ujung dan tepinya berwarna kemerahan, dan jarang disertai tremor.
2) Abdomen
dapat ditemukan keadan perut kembung (meteorismus). Bisa terjadi konstipasi, atau mungkin diare atau normal.
3) Hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.
f. Gagal untuk tumbuh
deselarasi
pola pertumbuhan yang ada atau secara konsisten berada dibawah
persentil ke 5 grafik pertumbuhan untuk tinggi dan berat badan, disertai
pelambatan perkembangan.
g. Muntah atau regurgitasi
transfer fasif isi lambung kedalam esophagus atau mulut.
h. Muntah
ejeksi
kuat isi lambung; melibatkan proses kompleks dibawah kontrol system
saraf pusat yang menyebabkan salviasi, pucat, berkeringat, dan
takikardia; biasa nya disertai mual.
i. Muntah projektil
muntah yang disertai gelombang peristaltik kuat secara khas berhubungan dengan stenosis pilorik atau pilorospasme.
j. Mual
rasa tidak enak yang secara samar-samar menyebar ketonggorokan atau abdomen dengan kecendrungan untuk muntah.
k. Hipoaktif, hiperaktif atau tidak adanya bising usus
bukti masalah motalitas usus yang dapat disebabkan oleh inflamasi atau obstruksi.
l. Distensi abdomen
kontur
menonjol dari abdomen yang mungkin disebabkan oleh pelambatan
pengosongan lambung, akumulasi gas atau feses, inflamasi, dan obstruksi.
m. Nyeri abdomen
nyeri
yang berhubungan dengan abdomen yang mungkin terlokalisasi tau
menyebar, akut atau kronis, sering disebabkan oleh inflamsi, obstruksi
atau hemoragi.
n. Ikterik
warna kuning pada kulit dan sclera yang berhubungan dengan disfungsi hati.
o. Disfagia
kesulitan
menelan yang disebabkan oleh abnormalitas fungsi neuromuskuler faring
atau atau sfingter esophagus atas atau oleh gangguan esophagus.
p. Disfungsi menelan
gangguan menelan karena defek system saraf pusat atau defek strukgtural rongga oral, faringatau esophagus.
q. Pemeriksaan laboratorium
1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leucopenia, limfositosis relatif, dan aneosinofilia pada permukaan sakit.
2) Darah untuk kultur (biakan empedu) dan widal.
3) Biakan
empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien pada
minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urine
dan faeces.
4) Pemeriksaan widal.
Untuk
membuat diagnosis, pemeriksaan yang diperlukan ialah titer zat anti
terhadap antigen O titer yang bernilai 1/200 atau lebih menunjukkan
kenaikan yang progresif.
2. Diagnosa keperawatan
Menurut Nursalam, (2005. Hal 154), Diagnosa keperawatan yang mungkin akan didapat pada penyakit demam tifoid adalah sebagai berikut :
- Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit.
- Gangguan suhu tubuh.
- Gangguan rasa aman dan nyaman.
- Resiko tinggi komplikasi.
- Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakitnya.
3. Perencanaan Asuhan Keperawatan
a. Gangguan kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit.
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat.
kriteria hasil : Nafsu makan meningkat, Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan
1) Berikan makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein, dan tidak menimbulkan gas.
2) Jika
kesadaran klien masih membaik Berikan makanan lunak dengan lauk pauk
yang dicincang (hati dan daging), dan sayuran labu siam/wortel yang
dimasak lunak sekali. Boleh juga diberikan tahu, telur setengah matang
atau matang yang direbus. Susu diberikan 2 x 1 gelas/lebih, jika makanan
tidak habis berikan susu extra.
3) Jika
kesadaran klien menurun, berikan makanan cair per sonde dan berikan
kalori sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3 jam
termasuk makanan ekstra seperti sari buah atau bubur kacang hijau yang
dihaluskan. Jika kesadaran membaik, makanan dialihkan secara bertahap
dari cair ke lunak.
4) Pasang
infus dengan cairan glukosa dan NaCl jika kondisi pasien payah
(memburuk), seperti menderita delirium. Jika keadaan sudah
tenang berikan makanan per sonde, disamping infus masih diteruskan.
Makanan per sonde biasanya merupakan setengah dari jumlah kalori,
sementara setengahnya lagi masih perinfus. Secara bertahap dengan
melihat kemajuan pasien, bentuk makanan beralih ke makanan biasa.
5) Observasi intake output.
b. Gangguan suhu tubuh.
Tujuan : suhu tubuh normal/terkontrol.
kriteria hasil : tanda-tanda vital dalam batas normal, turgor kulit kembali membaik.
1) Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian obat secara mencukupi
2) Anjurkan klien untuk istirahat mutlak sampai suhu tubuhnya menurun.
3) Atur ruangan agar cukup ventilasi.
4) Berikan kompres dingin.
5) Anjurkan pasien untuk banyak minum (sirup, teh manis, atau apa yang disukai anak).
6) Berikan pakaian yang tipis
7) Observasi suhu tubuh.
c. Gangguan rasa aman dan nyaman.
Tujuan : mempertahankan kondisi pasien dalam keadan amam dan nyaman
kriteria hasil : pasien merasa aman dan nyaman
1) Lakukan perawatan mulut 2x1 hari
2) Jika
pasien dipasangkan sonde, perawatan mulut tetap dilakukan dan sesekali
diberikan minum agar selaput lendir mulut dan tenggorokan tidak kering.
3) Sebelum pasien mulai berjalan pasien harus mulai menggoyang goyangkan kakinya sambil tetap duduk dipinggir tempat tidur.
d. Resiko terjadi komplikasi.
Tujuan : komplikasi tidak terjadi.
kriteria hasil : mempertahankan intake yang adekuat.
1) Pemberian terapi sesuai program dokter.
2) Istirahat yang teratur.
3) Lakukan Pengawasan komplikasi.
e. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakitnya.
Tujuan : pengetahuan klien dan orang tua klien bertambah dengan adanya informasi.
kriteria
hasil : klien akan menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan,
mengidentifikasi situasi stres dan tindakan khusus untuk menerimanya dan
berpartisipasi dalam program pengobatan serta melakukan perubahan pola
hidup tertentu.
1) Berikan
penyuluhan kepada orang tua tentang hah-hal sebagai berikut : pasien
tidak boleh tidur dengan anak-anak lain, pasien harus istirahat mutlak,
pemberian obat dan pengukuran suhu dilakukan seperti dirumah sakit,
feses dan urin harus dibuang kedalam lubang WC dan di siram air
sebanyak-banyaknya.
4. Implementasi
Menurut Carpenito, (2009, hal 57). komponen
implementasi dalam proses keperawatan mencakup penerapan ketrampilan
yang diperlukan untuk mengimplentasikan intervensi keperawatan.
Ketrempilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk implementasi biasanya
berfokus pada
a. Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien.
b. Melakukan pengkajian keperawatan untuk mengidentifikasi masalah baru atau memantau status masalah yang telah ada
c. Member
pendidikan kesehatan untuk membantu klien mendapatkan pengetahuan yang
baru tentang kesehatannya atau penatalaksanaan gangguan.
d. Membantu klien membuat keptusan tentang layanan kesehatannya sendiri .
e. Berkonsultasi dan membuat rujukan pada profesi kesehatan lainnya untuk mendapatkan pengarahan yang tepat.
f. Memberi tindakan yang spesifik untuk menghilangkan, mengurangi, atau menyelesaikan masalah kesehatan.
g. Membantu klien melakukan aktivitasnya sendiri
h. Membantu klien mengidentifikasi risiko atau masalah dan menggali pilihan yang tersedia.
5. Evaluasi
Evaluasi
merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki
pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi
keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang
dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada
kriteria hasil.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar