BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Dalam laporan WHO yang dikutip dalam Child Health Research Project Special Report reducing perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukakan bahwa 40% kematian bayi baru lahir terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran napas, tetanus neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal. disamping tetanus neonatorum, case fatality rate yang tinggi ditemukan pada sepsis neonatorum.
Sepsis neonatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan dimana terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak terpantau,tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam. Angka kejadian sepsis neonatorum masih cukup dan merupakan penyebab kematian utama pada neonatus.Hal ini karena neonatus rentan terhadap infeksi. Kerentanan neonatus terhadap infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor. (Surasmi, 2003)
2. Rumsan Masalah
- Apa yang dimaksud dengan sepsis neonatorum?
- Apa klasifikasi dari sepsis neonatorum?
- Apa penyebab terjadinya sepsis neonatorum?
- Bagaimana patofisiologi sepsis neonatorum?
- Apa manifestasi klinis dari sepsis neonatorum?
- Apa komplikasi pada sepsis neonatorum?
- Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien sepsis neonatorum?
- Apa saja tindakan dan pencegahan yang harus dilakukan dari sepsis neonatorum?
- Apa prognosis dari sepsis neonatorum?
- Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien sepsis neonatorum? 3.TUJUAN
- Mengetahui definisi sepsis neonatorum.
- Mengetahui klasifikasi dari sepsis neonatorum.
- Mengetahui etiologi sepsis neonatorum.
- Memahami patofisiologi sepsis neonatorum.
- Mengetahui manifestasi klinis dari sepsis neonatorum.
- Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi terhadap pasien sepsis neonatorum.
- Memahami pemeriksaan penunjang sepsis neonatorum.
- Mengetahui tata cara pelaksanaan dan pencegahan yang dilakukan terhadap pasien sepsis neonatorum.
- Mengetahui prognosis dari sepsis neonatorum.
- Memahami dan mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien sepsis neonatorum.
BAB II
PEMBAHASAN
- Definisi
Sedangkan sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistematik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak terpantau,tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam. (Surasmi, 2003)
Berikut ini adalah beberapa definisi atau pengertian dari sepsis neonatorum atau sepsis pada neonatus yang perlu diketahui (Maryunani, 2009), yaitu:
- Sepsis neonatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan dimana terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh.
- Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain
- Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakterimia pada bulan pertama kehidupan. (WHO, 1996)
- Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS (Systeic Inflammatory Respopnse Syndrome), sepsis, sepsis berat, syok septic, disfungsi multiorgan dan akhirnya kematian.
- Etiologi
Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus adalah:
- Perdarahan
- Demam yang terjadi pada ibu
- Infeksi pada uterus dan plasenta
- Ketuban pecah dini (sebelum usia kehamilan 37 minggu)
- Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
- Proses kelahiran yang lama dan sulit
- Klasifikasi
- Sepsis dini/Sepsis awitan dini
- Sepsis lanjutan/sepsis nasokomial atau sepsis awitan lambat (SAL)
- Patofisiologi
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara (Surasmi, 2003), yaitu :
- Pada masa antenatal atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umpilikus masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta,antara lain virus rubella, herpes, situmegalo, koksari, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sifilis, dan toksoplasma.
- Pada masa intranatal atau saat pesalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke tyraktus digestivus dan trakus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diaras infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (misalnya herpes genitalis, candida albika, dan n.gonnorea).
- Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat: penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial.Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus.
- Manifestasi Klinis
- Gangguan nafas seperti serangan apnea, takipnea dengan kecepatan pernafasan >60x/menit, cuping hidung, sianosis, mendengus, tampak merintih, retraksi dada yang dalam: terjadi karena adanya lesi ataupun inflamasi pada paru-paru bayi akibat dari aspirasi cairan ketuban ibu. Aspirasi ini terjadi saat intrapartum dan selain itu dapat menyebabkan infeksidengan perubahan paru, infiltrasi, dan kerusakan jaringan bronkopulmonalis. Kerusakan ini sebagian disebabkan oleh pelepasan granulosit dari protaglandin dan leukotrien.
- Penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun besar menonjol, keluar nanah dari telinga, ekstensor kaku: terjadi karena sepsis sudah sampai ke dalam manifestasi umum dari infeksi sistem saraf pusat. Keadaan akut dan kronis yang berhubungan dengan organisme tertentu. Apabila bayi sudah mengalami infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan penurunan kesadaran, hal tersebut juga menyebabkan ubun-ubun besar menonjol (berisi cairan infeksi) dan keluarnya nanah dari telinga. Dalam hal terganggunya sistem saraf pusat ini kemungkinan terjadi gangguan saraf yang lain seperti ekstensor kaku.
- Hipertermia (> 37,7oC) atau hipotermi (<35,5oC) terjadi karena respon tubuh bayi dalam menanggapi pirogen yang disekresikan oleh organisme bakteri atau dari ketidakstabilan sistem saraf simpatik.
- Tidak mau menyusu dan tidak dapat minum adalah respon keadaan psikologis bayi yang tidak menyenangkan terhadap ketidakstabilan suhu tubuhnya, serta nanah yang keluar dari telinga
- Kemerahan sekitar umbilikus terjadi karena bakteri dapat bertumbuh tidak terkendali di saluran pencernaan, apalagi jika penyebab sepsis pada bayi terjadi dimulai dari infeksi luka umbilikus.
- Komplikasi
- Hipoglikemia, hiperglikemia, asidosis metabolik, dan jaundice
- Dehidrasi
- Hiperbilirubinemia dan anemia
- Meningitis
- Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC)
- Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan labolatorium perlu dilakukan untuk menunjukan penetapan diagnosis. Selain itu, hasil pemeriksaan tes resistensi dapat digunakan untuk menentukan pilihan antibiotik yang tepat. Pada hasil pemeriksaan darah tepi, umumnya ditemuksan anemia, laju endap darah mikro tinggi, dan trombositopenia. Hasil biakan darah tidak selalu positif walaupun secara klinis sepsis sudah jelas. Selain itu, biakan perlu dilakukan terhadap darah, cairan serebrospinal, usapan umbilikus, lubang hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan drainase atau hasil isapan isapan lambung. Hasil biakan darah memberi kepastian adanya sepsis, setelah dua atau tiga kali biakan memberikan hasil positif dengan kuman yang sama. Bahan biakan darah sebaiknya diambil sebelum bayi diberi terapi antibiotika. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan, antara lain pemeriksaan C-Reactive protein (CRP) yang merupakan pemeriksaan protein yang disentetis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. (Surasmi, 2003)
- Penatalaksanaan
- Perawatan suportif
1) Menjaga kehangatan untuk memastikan temperature. Agar bayi tetap normal harus dirawat di lingkungan yang hangat. Suhu tubuh harus dipantau secara teratur.
2) Cairan intravena harus diperhatikan. Jika neonatus mengalami perfusi yang jelek, maka saline normal dengan 10 ml / kg selama 5 sampai 10 menit. Dengan dosis yang sama 1 sampai 2 kali selama 30 sampai 45 menit berikutnya, jika perfusi terus menjadi buruk. Dextrose (10%) 2 ml per kg pil besar dapat diresapi untuk memperbaiki hipoglikemia yang adalah biasanya ada dalam sepsis neonatal dan dilanjutkan selama 2 hari atau sampai bayi dapat memiliki feed oral.
3) Terapi oksigen harus disediakan jika neonatus mengalami distres pernapasan atau sianosis
4) Oksigen mungkin diperlukan jika bayi tersebut apnea atau napas tidak memadai
5) Vitamin K 1 mg intramuskular harus diberikan untuk mencegah gangguan perdarahan
6) Makanan secara enteral dihindari jika neonatus sangat sakit atau memiliki perut kembung. Menjaga cairan harus dilakukan dengan infus IV.
7) Langkah-langkah pendukung lainnya termasuk stimulasi lembut fisik, aspirasi nasigastric, pemantauan ketat dan konstan kondisi bayi dan perawatan ahli
- Terapi pengobatan
- Pencegahan
Tindakan yang dapat dilakukan (Surasmi, 2003) adalah :
a.Pada masa antenatal.
Pada masa antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara bekala,imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu,asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dang jani, rujukan segera ke tempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
- Pada saat persalinan.
- Sesudah persalinan.
- Prognosis
ASUHAN KEPERAWATAN
- PENGKAJIAN
- IDENTITAS
Umur :
Jenis Kelamin :
Status Perkawinan :
Suku Bangsa :
Agama :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
Alamat Terdekat :
Nomor Telepon :
Nomor Register :
Tanggal MRS :
- RIWAYAT KESEHATAN
- Riwayat penyakit sekarang
- Riwayat Kesehatan dahulu
- Riwayat Kesehatan keluarga
III. PEMERIKSAAN FISIK
- Pemeriksaan Umum
Pernafasan :
Nadi :
Keaktifan gerak :
- Keadaan umum
- Kesadaran :
- Bangun tubuh :
- Postur tubuh :
- Cara berjalan :
- Gerak motorik :
- Keadaan kulit :
- Kepala
- Mata
- Hidung
- Telinga
- Mulut
- Leher
- Thorax
- Abdomen
- Genetalia
- Ekstremitas
Bawah : tidak ada edema, tidak ada clubbing finger, ada sianosis.
Antropometri
| a.Lingkar kepala | : | |
| b.Lingkar dada | : | |
| c.Lingkar lengan | : | |
| d.Berat badan lahir | : | |
| e.Panjang badan | : |
- Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
- Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan apnea
- Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
- Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau inflamasi.
- Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam
- Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemi
- Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Intoleran terhaap makanan/minuman
- Rencana Asuhan Keperawatan
- Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan apnea
– Tidak ada sianosis dan disipnea, mendemonstrasikan batuk efaktif dan suara nafas yang bersih
– Menunjukan jalan nafas yang paten(pelayan tidak merasa tercekik,tidak ada suara nafas abnormal)
– Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Intervensi dan Rasional:
| INTERVENSI | RASIONAL |
| 1. Posisikan pasien semi powler | Posisi semi powler dapat memaksimalkan ventilasi |
| 2.. Auskultasi suara napas, catat adanya suara napas tambahan | Suara napas tambahan dapat menjadi sebagai tanda jalan napas yang tidak adekuat |
| 3. Monitor respirasi dan status O2,TTV | Pada sepsis terjadinya gangguan respirasi dan status O2 sering ditemukan yang menyebabkan TTV tidak dalam rentan normal |
| 4. Berikan pelembab udara kasa basah Nacl lembab | Mengurangi jumlah lokasi yang dapat menjadi tempat masuk organisme |
| 5. Ajarkan batuk efektif,suction,pustural drainage | Untuk mengeluarkan sekret pada saluran napas untuk menciptakan jalan napas yang paten |
- Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
– Suhu dalam batas normal
– Perkembangan status klien membaik selama masa terapi
Intervensi dan Rasional:
| INTERVENSI | RASIONAL |
| 1. Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi | Isolasi/pembatasan pengunjung dibutuhkan untuk melindungi pasien imunosupresi dan mengurangi risiki kemungkinan infeksi |
| 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunakan sarung tangan steril | Menugrangi kontaminasi silang |
| 3. Dorong sering menggati posisi, napas dalam/batuk | Bersihan paru yang baik mencegah pneumonia |
| 4. Batasi penggunaan alat/prosedur invasif jika memungkinkan | Mengurangi jumlah lokasi yang dapat menjadi tempat masuk organisme |
| 5. Lakukan inspeksi terhadap luka/ sisi alat invasif setiap hari | Mencatat tanda-tanda inflamasi atau infeksi lokal, perubahan pada karakter drainase luka atau sputum dan urine. Mencegah infeksi yang berkelanjutan |
| 6. Gunakan teknik steril setiap waktu pada saat penggantian balutan ataupun suction atau pemberian perawatan | Mencegah masuknya bakteri, mengurangi risiko infeksi nasokomial |
| 7. Pantau kecenderungan suhu, jika demam berikan kompres hangat. | Demam (38,5oC – 40 oC) disebabkan oleh efek-efek dari endotoksin pada hipotalamus dan endorfin yang melepaskan pirogen. Hipotermia (<36 oC) adalah tanda-tanda genting yang menunjukkan status syok atau penurunan perfusi jaringan |
| 8. Amati adanya menggigil dan diaforesis | Menggigil seringkali mendahului memuncaknya suhu pada adanya infeksi |
| 9. Memantau tanda-tanda penyimpangan kondisi atau kegagalan untuk membaik selama masa terapi | Dapat menunjukkan ketidaktepatan atau ketiakadekuatan terapi antibiotik atau perumbuhan berlebih ari organisme resisten |
| 10. Inspeksi rongga mulut terhadap plak putih atau sariawan, selidiki juga adanya rasa gatal atau peradangan vaginal/perineal | Depresi sistem imun dan penggunaan dari antibiotik dapat meningkatkan risiko infeksi sekunder. |
| 11. Kolaborasi dalam pemberian obat antibiotik. Perhatikan dampak pemberian obat | Terapi pengobatan sangat membantu penyembuan dalam masa terapi perawatan |
- Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau inflamasi
– Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
– Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
Intervensi dan Rasional:
| INTERVENSI | RASIONAL |
| 1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan pantau warna kulit | Perubahan tanda-tanda vital yang signifikan akan mempengaruhi proses regulasi ataupun metabolisme dalam tubuh. |
| 2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi | Hipertermi sangat potensial untuk menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan secara evaporasi yang tidak diketahui jumlahnya dan dapat menyebabkan pasien masuk ke dalam kondisi dehidrasi. |
| 3. Berikan kompres denga air hangat pada aksila, leher dan lipatan paha, hindari penggunaan alcohol untuk kompres. | Kompres pada aksila, leher dan lipatan paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar besar yang akan membantu menurunkan demam. Penggunaan alcohol tidak dilakukan karena akan menyebabkan penurunan dan peningkatan panas secara drastis. |
| Kolaborasi: 4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan jika panas tidak turun. | Pemberian antipiretik juga diperlukan untuk menurunkan panas dengan segera. |
- Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam
– Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
– Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
– Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam
Intervensi dan Rasional
| INTERVENSI | RASIONAL |
| 1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan pantau warna kulit | Perubahan tanda-tanda vital yang signifikan akan mempengaruhi proses regulasi ataupun metabolisme dalam tubuh. |
| 2. Observasi adanya hipertermi, kejang dan dehidrasi. | Hipertermi sangat potensial untuk menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan secara evaporasi yang tidak diketahui jumlahnya dan dapat menyebabkan pasien masuk ke dalam kondisi dehidrasi. |
| 3. Berikan kompres hangat jika terjadi hipertermi, dan pertimbangkan untuk langkah kolaborasi dengan memberikan antipiretik. | Kompres air hangat lebih cocok digunakan pada anak dibawah usia 1 tahun, untuk menjaga tubuh agar tidak terjadi hipotermi secara tiba-tiba. Hipertermi yang terlalu lama tidak baik untuk tubuh bayi oleh karena itu pemberian antipiretik diperlukan untuk segera menurunkan panas, misal dengan asetaminofen. |
| 4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan jumlah pemberian yang telah ditentukan | Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal diperlukan untuk mencegah bayi dari kondisi lapar dan haus yang berlebih. |
- Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemi
– Saturasi oksigen >90 %
– Keadekuatan kontraksi otot untuk pergerakan
– Tingkat pengaliran darah melalui pembuluh kecil ekstermitas dan memelihara fungsi jaringan
Intervensi dan Rasional:
| INTERVENSI | RASIONAL |
| 1. Pertahankan tirah baring | Menurunkan beban kerja mikard dan konsumsi oksigen |
| 2. Pantau perubahan pada tekanan darah | Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran darah |
| 3. Pantau frekuensi dan irama jantung, perhatikan disritmia | Disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia |
| 4. Kaji ferkuensi nafas, kedalaman, dan kualitas | Peningkatan pernapasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung endotoksin pada pusat pernapasan didalam otak |
| 5. Catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya | Penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal |
| 6. Kaji perubahan warna kulit, suhu, kelembapan | Mengetahui status syok yang berlanjut |
- Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Intoleran terhaap makanan/minuman
– Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
– Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
– Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
– Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi dan Rasional:
| INTERVENSI | RASIONAL |
| 1. Monitor adanya penurunan berat badan | Anoreksia ataupun intoleran terhadap makanan atau minuman dapat menyebabkan terjadinya penurunan berat badan |
| 2. Identifikasi makanan kesukaan | Meningkatkan selera klien terhadap makanan atau minuman |
| 3. Anjurkan untuk melakukan oral hygene sebelum makan | Menurunkan rasa mual terhadap makanan |
| 4. Monitor intake cairan dan nutrisi | Kekurangan cairan dapat menyebabkan dehidrasi dan hiper termi. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan terjadinya penurunan berat badan |
| 5. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan yang berprotein dan vitamin C | Protein dan vitamin C berperan penting dalam penyembuhan yang berkaitan dengan infeksi |
| 6. Yakinkan diet yang dimakan juga mengandung tinggi serat | Kekurangan serat dapat menyebabkan konstipasi |
| 7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kaloriyang dibutuhkan pasien | Mengidentifikasi masalah nutrisi dalam terapi perawatannya |
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
- Saran