my advanture

my advanture

Senin, 14 September 2015

sepi yg menemani

Sepi,
Masih dengan keadaan ini,,aku masih tetap berdiri sendiri disini,menanti entah sampai kapan sepi ini berlalu,,
Meskipun tak pernah ada mentari yg menyapa setiap sepi selalu berdiri kokoh,tapi setidaknya aku masih tak gentar untuk berdiri sendiri melawan sepi,
Lagi pula,hari belum terlalu senja untuk berlomba2 mencari sosok yg bisa mengusir sepi ini,
Aku perempuan minang,adat masih kental sepertinya d daerahku,dan semua pepatah masih banyak yg selalu d ucapkan, ex:"perempuan itu tugas nya MENANTI bukan MENCARI",
Yupp,itulah yg selalu di dengar ketika sepi ini sudah terlaku leluasa bertahan d hati dan membuatnya lelah,hingga akhirnya kelelahan itu aku ceritakan ke kakakku,kadang ketika kata2 itu keluar,aku juga pernah membantahnya,,memang benar pepatah mengatakan seperti itu,tapi jika kita hanya berdiam diri dan tak pernah berusaha.tak akan pernah bertemu juga dgn dia yg benar2 kita tunggu,,seperti yg bisa dirasakan sekarang,banyak diluar sana,yg sangat antusias mencari dan bahkan rela bertengkar demi seorang pengusir sepi itu,,ya itulah sekrang,dimana semuanya sudah berbeda,
Hmmm,kembali ke kata2 yg aku ceritakan pada kakakku tadi,dan kakakku menceritakan satu hal,itulah yg salah,pernah ada d suatu desa,seseorang bapak2 yg tinggal d ujung desa ,,bapak itu tak pernah pergi kedesa yg lain itu yg mungkin sangat jauh dari tempat tinggalnya,lagi pula,bpak itu sedikit memiliki kekurangan,jadi terlalu susah untuk berjalan jauh,,,
D ujung desanya d pedalaman juga,ada seorang ibuk2,yg juga memiliki kekurangann jari tangan nya tak utuh,dan bahkan tangan nya itu sebelah lebih kecil dari yg satunya,ibuk itu dari gadisnya tak pernah keluar,seperti anak2 prempuan biasanya yg kelayapan,dia sangat patuh trhadap apa yg d katakan orang tuanya,dia hanya membantu ibunya melakukan pekerjaan rumah yg tentunya juga sebagai modal baginya untuk berumahtangga nantinya,tapi dia selalu berfikir siapa yg akan bisa menerima dia dengan kondisi yg mempunyai kekurangan seperti itu,
Dan ntah kenapa suatu ketika,saat mereka memang sudah pantas rasanya untuk berkeluarga,pergilah sibapak tadi ke desa itu,awalnya cuma ingin mengenal daerah2 yg ada disitu saja,,dan pada saat itu,si ibuk2 tadi sedang duduk diluar dengan ibunya,sedang bercerita,ntah apa yg menggerakkan hati bapak itu sehingga dia selalu memperhatikan si ibuk,dan seketika itupun dia pulang kerumahnya segera,dan ke esokan harinya bapak itu bercerita kepada orgtuanya bahwasanya dia sudah menginginkan mempunyai seorang istri,sehingga,dan dia meminta ibunya untuk melamar anak gadis yg ada d ujung desa sana untuk jadi istri nya,

Hmmm,sudah sangat terlena rasanya dengan cerita itu,sehingga membuat aku termenung,entah apa ujung dari cerita yg di ceritakan kakakku itu, ,
Dan trnyata banyak hal yg bsa kita simpulkan dari sana,yg pertama,sesuai dengan kata pepatanh di atas tadi,terbukti bahwa perempuan itu memang sifatnya hanya menunggu,buktinya tak pernah disangka2kan,ada orang yg bertandang kedesanya,dan tak pernah sekalipun berbicara dengannya,tapi langsung saja melamarnya,karna sifatnya yg berbeda dari orang lain,,
Yang kedua,disitu lah yg bisa dikatakan jodoh gak bakal kemana,allah tau kapan saat yg tepat itu,allah juga tau siapa yg tepat dan bagaimana jalan nyaa,ntah apa yg menggerakkan hati si bapak itu untuk bertandang ujung kampung itu,padahal sangat jauh dan maklum saja dulu belum ada sepeda motor,yg ada hanya sepeda unta,kalaw memang allah sudah menakdirkan,meskipun kita berada satu di ujung sini dan yg satu di ujung satunya lg,pasti ada jalan yg allah tunjukkan untuk bisa bertemu,
Dan yang ketiga,ini yg paling penting,yg baik hanya untuk yg baik pula,mungkin dari segi fisik mereka memang sama2 kekurangan,tapi dari segi sikap dan mereka sangat berbeda dari yg lainnya,
Good job,,,😁


Maka dari itu,sambil menunggu siapa yg tepat bakalan datang,pantaskan lah diri dan perbaiki diri dulu,karna yg baik hanya untuk yang baik,dan inget perempuan sifatnya hanya menunggu bukan mencari,
Dunia tak selebar daun kelor,allah juga gak pernah tidur,pasti ada jalan untuk bertemu,jika sudah d takdirkan allah, insya'allah 

Untuk sa

Selasa, 04 Agustus 2015

Asuhan keperawatan Apendisitis


1. Pengertian

Appendisitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing, yang berlokasi dekat katup ileocecal (Long, Barbara C, 1996).

Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).

Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Brunner dan Sudarth, 2002).

Apendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Arif Mansjoer dkk, 2000).

Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur (Anonim, 2007).


2. Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :

  1. Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
  2. Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

3. Etiologi

Appendiksitis merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat :
  1. Hiperplasia dari folikel limfoid.
  2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks.
  3. Tumor appendiks.
  4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis.
  5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica.
Menurut penelitian, epidemiologi menunjukkan kebiasaan makan makanan rendah serat akan mengakibatkan konstipasi yang dapat menimbulkan appendiksitis. Hal tersebut akan meningkatkan tekanan intra sekal,
sehingga timbul sumbatan fungsional appendiks dan meningkatkanpertumbuhan kuman flora pada kolon.

4. Manifestasi klinis

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 3 anamnesa penting yakni:
  1. Anoreksia biasanya tanda pertama.
  2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.
  3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi.

Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya:
  1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak).
    Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja.
  2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik.
    Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (titik tengah antara umbilicus dan Krista iliaka kanan).
    Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim, 2008)

5. Patofisiologi
Penyebab utama appendiksitis adalah obstuksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia dari polikel lympoid merupakan penyebab terbanyak adanya fekalit dalam lumen appendik.Adanya benda asing seperti : cacing,striktur karenan fibrosis akibat adanya peradangan sebelunnya.Sebab lain misalnya : keganasan (Karsinoma Karsinoid).

Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.

Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi.

Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak – anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982).
6. Komplikasi
  • Perforasi dengan pembentukan abses
  • Peritonitis generalisata.
  • Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang.


7. Pencegahan
Pencegahan pada appendiksitis yaitu dengan menurunkan resiko obstuksi dan peradangan pada lumen appendiks. Pola eliminasi klien harus dikaji,sebab obstruksi oleh fekalit dapat terjadi karena tidak ada kuatnya diit tinggi serat.Perawatan dan pengobatan penyakit cacing juga menimbulkan resiko. Pengenalan yang cepat terhadap gejala dan tanda appendiksitis menurunkan resiko terjadinya gangren,perforasi dan peritonitis.


8. Penatalaksanaan

Pada appendiksitis akut, pengobatan yang paling baik adalah operasi appendiks. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang persitaltik, jika terjadi perforasi diberikan drain di perut kanan bawah.
  • Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirabaring dan dipuasakan.
  • Tindakan operatif ; appendiktomi.
  • Tindakan post operatif, satu hari pasca bedah klien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit, hari berikutnya makanan lunak dan berdiri tegak di luar kamar, hari ketujuh luka jahitan diangkat, klien pulang.

9. Pemeriksaan penunjang
  1. Laboratorium.
    Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.
  2. Pemeriksaan darah.
    Akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.
  3. Pemeriksaan urine.
    Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.
  4. Radiologi.
    Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.
  5. Abdominal X-Ray.
    Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis. pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
  6. USG. Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
  7. Barium enema.
    Suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
  8. Laparoscopi.
    Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.


Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Appendiksitis


A. Pengkajian
  1. Identitas Pasien
    Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
  2. Riwayat Keperawatan
    • Riwayat Kesehatan saat ini : keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
    • Riwayat Kesehatan masa lalu
  3. Pemeriksaan Fisik
    • Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
    • Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
    • Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
    • Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
    • Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening.
  4. Pemeriksaan Penunjang
    • Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
    • Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.

Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
  1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen kuadran kanan bawah post operasi appenditomi.
  2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri.
  3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive appendiktomi.
  4. Resiko kekurangan volume cairan sehubungan dengan pembatasan pemasukan cairan secara oral.

Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. :
Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada daerah mesial abdomen post operasi appendiktomi

Tujuan
Nyeri berkurang / hilang dengan

Kriteria Hasil :
Tampak rilek dan dapat tidur dengan tepat.

Intervensi
  • Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
  • Pertahankan istirahat dengan posisi semi powler.
  • Dorong ambulasi dini.
  • Berikan aktivitas hiburan.
  • Kolborasi tim dokter dalam pemberian analgetika.
Rasional
  1. Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat, kemajuan penyembuhan,perubahan dan karakteristik nyeri.
  2. Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang.
  3. Meningkatkan kormolisasi fungsi organ.
  4. meningkatkan relaksasi.
  5. Menghilangkan nyeri.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri

Tujuan
Toleransi aktivitas

Kriteria Hasil :
  • Klien dapat bergerak tanpa pembatasan
  • Tidak berhati-hati dalam bergerak.

Intervensi
  • catat respon emosi terhadap mobilitas.
  • Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien.
  • Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif.
  • Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan.
Rasional
  1. Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar kegelisahan.
  2. Meningkatkan kormolitas organ sesuiai dengan yang diharapkan.
  3. Memperbaiki mekanika tubuh.
  4. Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive appendiktomi

Tujuan
Infeksi tidak terjadi

Kriteria Hasil :
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan

Intervensi
  • Ukur tanda-tanda vital
  • Observasi tanda-tanda infeksi
  • Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptik
  • Observasi luka insisi
Rasional
  1. Untuk mendeteksi secara dini gejala awal terjadinya infeksi
  2. Deteksi dini terhadap infeksi akan mudah
  3. Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
  4. Memberikan deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka.

Diagnosa Keperawatan 4. :
Resiko kekurangan volume cairan berhubungna dengan pembatasan pemasuka n cairan secara oral

Tujuan
Kekurangan volume cairan tidak terjadi

Intervensi
  • Ukur dan catat intake dan output cairan tubuh
  • Awasi vital sign: Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
  • Kolaborasi dengan tim dokter untuk pemberian cairan intra vena
Rasional
  1. Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam mengidentifikasi pengeluaran cairan atau kebutuhan pengganti.
  2. Indikator hidrasi volume cairan sirkulasi dan kebutuhan intervensi
  3. Mempertahankan volume sirkulasi bila pemasukan oral tidak cukup dan meningkatkan fungsi ginjal


Daftar Pustaka
  1. Barbara Engram, Askep Medikal Bedah, Volume 2, EGC, Jakarta.
  2. Carpenito, Linda Jual, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, 2000, Jakarta.
  3. Doenges, Marlynn, E, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC, 2000, Jakarta.
  4. Elizabeth, J, Corwin, Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
  5. Ester, Monica, SKp, Keperawatan Medikal Bedah (Pendekatan Gastrointestinal), EGC, Jakarta.
  6. Peter, M, Nowschhenson, Segi Praktis Ilmu Bedah untuk Pemula. Bina Aksara Jakarta

Senin, 04 Mei 2015

ASKEP TETANUS NEONATORUM

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Sepsis pada bayi baru lahir masih merupakan masalah yang belum dapat dipecahkan dalam perawatan dan penanganan bayi baru lahir. Di negara berkembang hampir sebagian besar bayi baru lahir yang dirawat mempunyai kaitannya denagn sepsis. Hal yang sama ditemukan pada negara maju yang dirawat di unit intensif bayi baru lahir. Disamping morbiditas, mortalitas tinggi ditemukan pada penderita sepsis bayi baru lahir.
Dalam laporan WHO yang dikutip dalam Child Health Research Project Special Report reducing perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukakan bahwa 40% kematian bayi baru lahir terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran napas, tetanus neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal. disamping tetanus neonatorum, case fatality rate yang tinggi ditemukan pada sepsis neonatorum.
Sepsis neonatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan dimana terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak terpantau,tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam. Angka kejadian sepsis neonatorum masih cukup dan merupakan penyebab kematian utama pada neonatus.Hal ini karena neonatus rentan terhadap infeksi. Kerentanan neonatus terhadap infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor. (Surasmi, 2003)
2. Rumsan Masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan sepsis neonatorum?
  2. Apa klasifikasi dari sepsis neonatorum?
  3. Apa penyebab terjadinya sepsis neonatorum?
  4. Bagaimana patofisiologi sepsis neonatorum?
  5. Apa manifestasi klinis dari sepsis neonatorum?
  6. Apa komplikasi pada sepsis neonatorum?
  7. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan terhadap pasien sepsis neonatorum?
  8. Apa saja tindakan dan pencegahan yang harus dilakukan dari sepsis neonatorum?
  9. Apa prognosis dari sepsis neonatorum?
  10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien sepsis neonatorum?                                            3.TUJUAN 
Setelah mendapatkan bahan pembelajaraan asuhan keperawatan pada anak sepsis neonatorum, mahasiswa dapat :
  1. Mengetahui definisi sepsis neonatorum.
  2. Mengetahui klasifikasi dari sepsis neonatorum.
  3. Mengetahui etiologi sepsis neonatorum.
  4. Memahami patofisiologi sepsis neonatorum.
  5. Mengetahui manifestasi klinis dari sepsis neonatorum.
  6. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi terhadap pasien sepsis neonatorum.
  7. Memahami pemeriksaan penunjang sepsis neonatorum.
  8. Mengetahui tata cara pelaksanaan dan pencegahan yang dilakukan terhadap pasien sepsis neonatorum.
  9. Mengetahui prognosis dari sepsis neonatorum.
  10. Memahami dan mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien sepsis neonatorum.
BAB II
PEMBAHASAN
  1. Definisi
Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges, 1999)
Sedangkan sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistematik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak terpantau,tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam. (Surasmi, 2003)
Berikut ini adalah beberapa definisi atau pengertian dari sepsis neonatorum atau sepsis pada neonatus yang perlu diketahui (Maryunani, 2009), yaitu:
  1. Sepsis neonatorum atau septicemia neonatorum merupakan keadaan dimana terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh.
  2. Sepsis merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain
  3. Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakterimia pada bulan pertama kehidupan. (WHO, 1996)
  4. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS (Systeic Inflammatory Respopnse Syndrome), sepsis, sepsis berat, syok septic, disfungsi multiorgan dan akhirnya kematian.
  1. Etiologi
Penyebab sepsis neonatorum adalah berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur. Sepsis pada bayi hampir selalu disebabkan oleh bakteri seperti Acinetobacter sp, Enterobacter sp, Pseudomonas sp, serratia sp, Escerichia Coli, Group B streptococcus, Listeria sp, dan lain-lain. (Maryunani, 2009)
Beberapa komplikasi kehamilan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya sepsis pada neonatus adalah:
  1. Perdarahan
  2. Demam yang terjadi pada ibu
  3. Infeksi pada uterus dan plasenta
  4. Ketuban pecah dini (sebelum usia kehamilan 37 minggu)
  5. Ketuban pecah terlalu cepat saat melahirkan (18 jam atau lebih sebelum melahirkan)
  6. Proses kelahiran yang lama dan sulit
  1. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatus dapat dibagi menjadi dua bentuk (Maryunani, 2009) yaitu:
  1. Sepsis dini/Sepsis awitan dini
Merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode setelah lahir (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero
  1. Sepsis lanjutan/sepsis nasokomial atau sepsis awitan lambat (SAL)
Merupakan infeksi setelah lahir (lebih dari 72jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nasokomial)
  1. Patofisiologi
Sepsis dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada sepsis yang tiba-tiba dan berat, menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian.
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara (Surasmi, 2003), yaitu :
  1. Pada masa antenatal  atau sebelum lahir. Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umpilikus masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta,antara lain virus rubella, herpes, situmegalo, koksari, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini, antara lain malaria, sifilis, dan toksoplasma.
  2. Pada masa intranatal atau saat pesalinan. Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke tyraktus digestivus dan trakus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diaras infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi  atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi  oleh kuman (misalnya herpes genitalis, candida albika, dan n.gonnorea).
  3. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat: penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial.Infeksi juga dapat terjadi melalui luka umbilikus.
  1. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik serta dapat mengenai beberapa sistem organ. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dapat ditemukan dapa neonatus yang menderita sepsis.
  1. Gangguan nafas seperti serangan apnea, takipnea dengan kecepatan pernafasan >60x/menit, cuping hidung, sianosis, mendengus, tampak merintih, retraksi dada yang dalam: terjadi karena adanya lesi ataupun inflamasi pada paru-paru bayi akibat dari aspirasi cairan ketuban ibu. Aspirasi ini terjadi saat intrapartum dan selain itu dapat menyebabkan infeksidengan perubahan paru, infiltrasi, dan kerusakan jaringan bronkopulmonalis. Kerusakan ini sebagian disebabkan oleh pelepasan granulosit dari protaglandin dan leukotrien.
  2. Penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun besar menonjol, keluar nanah dari telinga, ekstensor kaku: terjadi karena sepsis sudah sampai ke dalam manifestasi umum dari infeksi sistem saraf pusat. Keadaan akut dan kronis yang berhubungan dengan organisme tertentu. Apabila bayi sudah mengalami infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan penurunan kesadaran, hal tersebut juga menyebabkan ubun-ubun besar menonjol (berisi cairan infeksi) dan keluarnya nanah dari telinga. Dalam hal terganggunya sistem saraf pusat ini kemungkinan terjadi gangguan saraf yang lain seperti ekstensor kaku.
  3. Hipertermia (> 37,7oC) atau hipotermi (<35,5oC) terjadi karena respon tubuh bayi dalam menanggapi pirogen yang disekresikan oleh organisme bakteri atau dari ketidakstabilan sistem saraf simpatik.
  4. Tidak mau menyusu dan tidak dapat minum adalah respon keadaan psikologis bayi yang tidak menyenangkan terhadap ketidakstabilan suhu tubuhnya, serta nanah yang keluar dari telinga
  5. Kemerahan sekitar umbilikus terjadi karena bakteri dapat bertumbuh tidak terkendali di saluran pencernaan, apalagi jika penyebab sepsis pada bayi terjadi dimulai dari infeksi luka umbilikus.
Berdasarkan manifestasi klinis yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa tanda dan gejala pada bayi yang mengalami sepsis neonatorum saling berhubungan baik dari perjalanan infeksi, proses metabolik, dan tanda neurologi bahkan psikologinya saling berhubungan.
  1. Komplikasi
  2. Hipoglikemia, hiperglikemia,  asidosis metabolik, dan jaundice
Bayi memiliki kebutuhan glukosa meningkat sebagai akibat dari keadaan septik. Bayi mungkin juga kurang gizi sebagai akibat dari asupanenergi yang berkurang. Asidosis metabolik disebabkan oleh konversi ke metabolisme anaerobik dengan produksi asam laktat, selain itu ketika bayi mengalami hipotermia atau tidak disimpan dalam lingkungan termal netral, upaya untuk mengatur suhu tubuh dapat menyebabkan asidosis metabolik. Jaundice terjadi dalam menanggapi terlalu banyaknya bilirubin yang dilepaskan ke seluruh tubuh  yang disebabkan oleh organ hati sebagian bayi baru lahir belum dapat berfungsi optimal, bahkan disfungsi hati akibat sepsis yang terjadi dan kerusakan eritrosit yang meningkat.
  1. Dehidrasi
Kekuarangan cairan terjadi dikarenakan asupan cairan pada bayi yang kurang, tidak mau menyusu, dan terjadinya hipertermia..
  1. Hiperbilirubinemia dan anemia
Hiperbilirubinemia berhubungan dengan penumpukan bilirubin yang berlebihan pada jaringan. Bilirubin dibuat ketika tubuh melepaskan sel-sel darah merah yang sudah tua, ini merupakan proses normal. Bilirubin merupakan zat hasil pemecahan hemoglobin (protein sel darah merah yang memungkinkan darah mengakut oksigen). Hemoglobin terdapat pada sel darah merah yang dalam waktu tertentu selalu mengalami destruksi (pemecahan). Namun pada bayi yang mengalami sepsis terdapat infeksi oleh bakteri dalam darah di seluruh tubuh, sehingga terjadi kerusakan sel darah merah bukanlah hal yang tidak mungkin, bayi akan kekurangan darah akibat dari hal ini (anemia) yang disertai hiperbilirubinemia karena seringnya destruksi hemoglobin sering terjadi.
  1. Meningitis
Infeksi sepsis dapat menyebar ke meningies (selaput-selaput otak) melalui aliran darah.
  1. Disseminated Intravaskuler Coagulation (DIC)
Kelainan perdarahan ini terjadi karena dipicu oleh bakteri gram negatif yang mengeluarkan endotoksin ataupun bakteri gram postif yang mengeluarkan mukopoliskarida pada sepsis. Inilah yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi trombi dan emboli pada mikrovaskular.
  1. Pemeriksaan Penunjang
Radiografi pada dada seharusnya dilakukan sebagai bagian dari evaluasi diagnostik dari bayi yang diduga sepsis dan tanda-tanda penyakit saluran pernapasan. Dalam kasus ini, radiografi dada dapat menunjukkan difusi atau infiltrat fokus, penebalan pleura, efusi atau mungkin menunjukkan broncograms udara dibedakan dari yang terlihat dengan sindrom gangguan pernapasan surfaktan-kekurangan. Studi radiografi lainnya dapat diindikasikan dengan kondisi klinis spesifik, seperti diduga osteomyelitis atau necrotizing enterocolitis (McMillan, 2006)
Pemeriksaan labolatorium perlu dilakukan untuk menunjukan penetapan diagnosis. Selain itu, hasil pemeriksaan tes resistensi dapat digunakan untuk menentukan pilihan antibiotik yang tepat. Pada hasil pemeriksaan darah tepi, umumnya ditemuksan anemia, laju endap darah mikro tinggi, dan trombositopenia. Hasil biakan darah tidak selalu positif walaupun secara klinis sepsis sudah jelas. Selain itu, biakan perlu dilakukan terhadap darah, cairan serebrospinal, usapan umbilikus, lubang hidung, lesi, pus dari konjungtiva, cairan drainase atau hasil isapan isapan lambung. Hasil biakan darah memberi kepastian  adanya sepsis, setelah dua atau tiga kali biakan memberikan hasil positif dengan kuman yang sama. Bahan biakan darah sebaiknya diambil sebelum bayi diberi  terapi antibiotika. Pemeriksaan lain yang perlu dilakukan, antara lain pemeriksaan C-Reactive protein (CRP) yang merupakan pemeriksaan protein yang disentetis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. (Surasmi, 2003)
  1. Penatalaksanaan
  2. Perawatan suportif
Perawatan suportif diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh normal, untuk menstabilkan status kardiopulmonary, untuk memperbaiki hipoglikemia dan untuk mencegah kecenderungan perdarahan. Perawatan suportif neonatus septik sakit (Datta, 2007) meliputi sebagai berikut:
1)      Menjaga kehangatan untuk memastikan temperature. Agar bayi tetap normal harus dirawat di lingkungan yang hangat. Suhu tubuh harus dipantau secara teratur.
2)      Cairan intravena harus diperhatikan. Jika neonatus mengalami perfusi yang jelek, maka saline normal dengan 10 ml / kg selama 5 sampai 10 menit. Dengan dosis yang sama 1 sampai 2 kali selama 30 sampai 45 menit berikutnya, jika perfusi terus menjadi buruk. Dextrose (10%) 2 ml per kg pil besar dapat diresapi untuk memperbaiki hipoglikemia yang adalah biasanya ada dalam sepsis neonatal dan dilanjutkan selama 2 hari atau sampai bayi dapat memiliki feed oral.
3)      Terapi oksigen harus disediakan jika neonatus mengalami distres pernapasan atau sianosis
4)      Oksigen mungkin diperlukan jika bayi tersebut apnea atau napas tidak memadai
5)      Vitamin K 1 mg intramuskular harus diberikan untuk mencegah gangguan perdarahan
6)      Makanan secara enteral dihindari jika neonatus sangat sakit atau memiliki perut kembung. Menjaga cairan harus dilakukan dengan infus IV.
7)      Langkah-langkah pendukung lainnya termasuk stimulasi lembut fisik, aspirasi nasigastric, pemantauan ketat dan konstan kondisi bayi dan perawatan ahli
  1. Terapi pengobatan
Prinsip pengobatan pada sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi dan monitor pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan pemantauan mikrobiologi, murah dan mudah diperoleh, dan dapat diberi secara parental. Pilihan obat yang diberikan adalah ampisilin, gentasimin atau kloramfenikol, eritromisin atau sefalosporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi. (Sangayu, 2012)
  1. Pencegahan
Sepsis neonatorum adalah penyebab kematian utama pada neonatus.tanpa pengobatan yang memadai, gangguan ion dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Oleh karena itu, tindakan pencegahan mempunyai arti penting  karena dapat mencegah terjadinya kesakitan dan kematian (Surasmi, 2003)
Tindakan yang dapat dilakukan (Surasmi, 2003) adalah :
a.Pada masa antenatal.
Pada masa antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara bekala,imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu,asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dang jani, rujukan segera ke tempat pelayanan yang memadai bila diperlukan.
  1. Pada saat persalinan.
Perawatan ibu selama persdalinan dilakukan secara aseptik, dalam arti persalinan piperlakukan sebagai tindakan operasi. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkindilakukan ( bila benar-benar diperlukan ). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan,melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan, dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.
  1. Sesudah persalinan.
Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal,penberiab ASI secepatnya,mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap persih, setiap bayi menggunakan peralatan sendiri. Perawatan luka umbilikus  secara steril. Tindakan infasif harus dilakukan dengan prinsip – prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan keadaan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua personel yang menangani atau bertugas dikar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular harus diisolasi. Pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin memalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi.
  1. Prognosis
Pada umumnya ngka kematian pada sepsis neonatal berkisar antara 10%  – 40 % dan pada meningitis 15% – 50%. Angka tersebut berbeda-beda tergantung dari waktu timbulnya penyakit penyebabnya, cara dan waktu awitan penyakit,  derajat prematuritas bayi, adanya dan keparahan penyakit lain yang menyertai dan keadaan ruang bayi atau unit perawatan.
ASUHAN KEPERAWATAN
  1. PENGKAJIAN
  2. IDENTITAS
Nama bayi                   :
Umur                           :
Jenis Kelamin              :
Status Perkawinan      :
Suku Bangsa               :
Agama                         :
Pendidikan                  :
Pekerjaan                     :
Alamat                        :
Alamat Terdekat         :
Nomor Telepon           :
Nomor Register           :
Tanggal MRS              :
  1. RIWAYAT KESEHATAN
  2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang bersama Ibunya dalam keadaan sianosis sentral, apnoe, refleksa hisap kurang/lemah, dan kejang.
  1. Riwayat Kesehatan dahulu
Biasanya pasien mengatakan bahwa anaknya belum perah mengalami demam sebelumnya
  1. Riwayat Kesehatan keluarga
Biasanya Ibu pasien mengatakan bahwa tidak ada dikeluarganya yang bayinya mengalami keadaan seperti ini
III.      PEMERIKSAAN FISIK
  1. Pemeriksaan Umum
Suhu                      :
Pernafasan             :
Nadi                         :
Keaktifan gerak     :
  1. Keadaan umum
  • Kesadaran      :
  • Bangun tubuh         :
  • Postur tubuh    :
  • Cara berjalan           :
  • Gerak motorik          :
  • Keadaan kulit  :
  1. Kepala
Biasanya kulit kepala kurang bersih, tidak ada nyeri tekan, tidak ada edema
  1. Mata
Biasanya Konjungtiva tampak anemis, sclera ikterik, tidak ada edema, reflek pupil
  1. Hidung
Biasanya bentuk hidung pasien normal, simetris, tidakada perdarahan, tidak ada nyeri tekan
  1. Telinga
Biasanya bentuk normal, bersih tidak ada nyeri tekan
  1. Mulut
Biasanya bentuk bibir normal, warna bibir kebiruan, mukosa kering
  1. Leher
Biaanya Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada pembesaran karotis, dan kelenjar typoid
  1. Thorax
Biasanya bentuk dada simetris, dan terlihat tarikan iga saat bernapas
  1. Abdomen
biasanya saat dipalpasi, tidak ada nyeri tekan pada abdomen
  1. Genetalia
Biasnya bersih, tidak ada darah, tidak ada gangguan
  1. Ekstremitas
Atas : tidak ada edema, tidak ada clubbing finger, terdapat sianosis, terpasang infuse pada tangan seblah kiri
Bawah : tidak ada edema, tidak ada clubbing finger, ada sianosis.
Antropometri
a.Lingkar kepala :
b.Lingkar dada :
c.Lingkar lengan :
d.Berat badan lahir :
e.Panjang badan :
  1. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
  2. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan apnea
  3. Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
  4. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau inflamasi.
  5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam
  6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemi
  7. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Intoleran terhaap makanan/minuman
  1. Rencana Asuhan Keperawatan
  2. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan apnea
Kriteria hasil:
–          Tidak ada sianosis  dan disipnea, mendemonstrasikan batuk efaktif dan suara nafas yang bersih
–          Menunjukan jalan nafas yang paten(pelayan tidak merasa tercekik,tidak ada suara nafas abnormal)
–          Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Intervensi dan Rasional:
INTERVENSI RASIONAL
1. Posisikan pasien semi powler Posisi semi powler dapat memaksimalkan ventilasi
2.. Auskultasi suara napas, catat adanya suara napas tambahan Suara napas tambahan dapat menjadi sebagai tanda jalan napas yang tidak adekuat
3. Monitor respirasi dan status O2,TTV Pada sepsis terjadinya gangguan respirasi dan status O2 sering ditemukan yang menyebabkan TTV tidak dalam rentan normal
4. Berikan pelembab udara kasa basah Nacl lembab Mengurangi jumlah lokasi yang dapat menjadi tempat masuk organisme
5. Ajarkan batuk efektif,suction,pustural drainage Untuk mengeluarkan sekret pada saluran napas untuk menciptakan jalan napas yang paten
  1. Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Kriteria hasil:
–          Suhu dalam batas normal
–          Perkembangan status klien membaik selama masa terapi
Intervensi dan Rasional:
INTERVENSI RASIONAL
1. Berikan isolasi atau pantau pengunjung sesuai indikasi Isolasi/pembatasan pengunjung dibutuhkan untuk melindungi pasien imunosupresi dan mengurangi risiki kemungkinan infeksi
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunakan sarung tangan steril Menugrangi kontaminasi silang
3. Dorong sering menggati posisi, napas dalam/batuk Bersihan paru yang baik mencegah pneumonia
4.    Batasi penggunaan alat/prosedur invasif jika memungkinkan Mengurangi jumlah lokasi yang dapat menjadi tempat masuk organisme
5.    Lakukan inspeksi terhadap luka/ sisi alat invasif setiap hari Mencatat tanda-tanda inflamasi atau infeksi lokal, perubahan pada karakter drainase luka atau sputum dan urine. Mencegah infeksi yang berkelanjutan
6.    Gunakan teknik steril setiap waktu pada saat penggantian balutan ataupun suction atau pemberian perawatan Mencegah masuknya bakteri, mengurangi risiko infeksi nasokomial
7.    Pantau kecenderungan suhu, jika demam berikan kompres hangat. Demam (38,5oC – 40 oC) disebabkan oleh efek-efek dari endotoksin pada hipotalamus dan endorfin yang melepaskan pirogen. Hipotermia (<36 oC) adalah tanda-tanda genting yang menunjukkan status syok atau penurunan perfusi jaringan
8.    Amati adanya menggigil dan diaforesis Menggigil seringkali mendahului memuncaknya suhu pada adanya infeksi
9.    Memantau tanda-tanda penyimpangan kondisi atau kegagalan untuk membaik selama masa terapi Dapat menunjukkan ketidaktepatan atau ketiakadekuatan terapi antibiotik atau perumbuhan berlebih ari organisme resisten
10.     Inspeksi rongga mulut terhadap plak putih atau sariawan, selidiki juga adanya rasa gatal atau peradangan vaginal/perineal Depresi sistem imun dan penggunaan dari antibiotik dapat meningkatkan risiko infeksi sekunder.
11.     Kolaborasi dalam pemberian obat antibiotik. Perhatikan dampak pemberian obat Terapi pengobatan sangat membantu penyembuan dalam masa terapi perawatan
  1. Hipertermia berhubungan dengan kerusakan control suhu sekunder akibat infeksi atau inflamasi
Kriteria hasil:
–          Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
–          Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
Intervensi dan Rasional:
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan pantau warna kulit Perubahan tanda-tanda vital yang signifikan akan mempengaruhi proses regulasi ataupun metabolisme dalam tubuh.
2. Observasi adanya kejang dan dehidrasi Hipertermi sangat potensial untuk menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan secara evaporasi yang tidak diketahui jumlahnya dan dapat menyebabkan pasien masuk ke dalam kondisi dehidrasi.
3. Berikan kompres denga air hangat pada aksila, leher dan lipatan paha, hindari penggunaan alcohol untuk kompres. Kompres pada aksila, leher dan lipatan paha terdapat pembuluh-pembuluh dasar besar yang akan membantu menurunkan demam. Penggunaan alcohol tidak dilakukan karena akan menyebabkan penurunan dan peningkatan panas secara drastis.
Kolaborasi: 4. Berikan antipiretik sesuai kebutuhan jika panas tidak turun. Pemberian antipiretik juga diperlukan untuk menurunkan panas dengan segera.












  1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat demam
Kriteria hasil:
–          Suhu tubuh berada dalam batas normal (Suhu normal 36,5o-37o C)
–          Nadi dan frekwensi napas dalam batas normal (Nadi neonatus normal 100-180 x/menit, frekwensi napas neonatus normal 30-60x/menit)
–          Bayi mau menghabiskan ASI/PASI 25 ml/6 jam
Intervensi dan Rasional
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitoring tanda-tanda vital setiap dua jam dan pantau warna kulit Perubahan tanda-tanda vital yang signifikan akan mempengaruhi proses regulasi ataupun metabolisme dalam tubuh.
2. Observasi adanya hipertermi, kejang dan dehidrasi. Hipertermi sangat potensial untuk menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien kehilangan banyak cairan secara evaporasi yang tidak diketahui jumlahnya dan dapat menyebabkan pasien masuk ke dalam kondisi dehidrasi.
3. Berikan kompres hangat jika terjadi hipertermi, dan pertimbangkan untuk langkah kolaborasi dengan memberikan antipiretik. Kompres air hangat lebih cocok digunakan pada anak dibawah usia 1 tahun, untuk menjaga tubuh agar tidak terjadi hipotermi secara tiba-tiba. Hipertermi yang terlalu lama tidak baik untuk tubuh bayi oleh karena itu pemberian antipiretik diperlukan untuk segera menurunkan panas, misal dengan asetaminofen.
4. Berikan ASI/PASI sesuai jadwal dengan jumlah pemberian yang telah ditentukan Pemberian ASI/PASI sesuai jadwal diperlukan untuk mencegah bayi dari kondisi lapar dan haus yang berlebih.
  1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemi
Kriteria hasil:
–          Saturasi oksigen >90 %
–          Keadekuatan kontraksi otot untuk pergerakan
–          Tingkat pengaliran darah melalui pembuluh kecil ekstermitas dan memelihara fungsi jaringan
Intervensi dan Rasional:
INTERVENSI RASIONAL
1. Pertahankan tirah baring Menurunkan beban kerja mikard dan konsumsi oksigen
2. Pantau perubahan pada tekanan darah Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran darah
3. Pantau frekuensi dan irama jantung, perhatikan disritmia Disritmia jantung dapat terjadi sebagai akibat dari hipoksia
4.    Kaji ferkuensi nafas, kedalaman, dan kualitas Peningkatan pernapasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung endotoksin pada pusat pernapasan didalam otak
5.    Catat haluaran urine setiap jam dan berat jenisnya Penurunan urine mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal
6.    Kaji perubahan warna kulit, suhu, kelembapan Mengetahui status syok yang berlanjut


















  1. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan Intoleran terhaap makanan/minuman
Kriteria hasil:
–          Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
–          Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
–          Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
–          Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi dan Rasional:
INTERVENSI RASIONAL
1. Monitor adanya penurunan berat badan Anoreksia ataupun intoleran terhadap makanan atau minuman dapat menyebabkan terjadinya penurunan berat badan
2. Identifikasi makanan kesukaan Meningkatkan selera klien terhadap makanan atau minuman
3. Anjurkan untuk melakukan oral hygene sebelum makan Menurunkan rasa mual terhadap makanan
4. Monitor intake cairan dan nutrisi Kekurangan cairan dapat menyebabkan dehidrasi dan hiper termi. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan terjadinya penurunan berat badan
5.      Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan yang berprotein dan vitamin C Protein dan vitamin C berperan penting dalam penyembuhan yang berkaitan dengan infeksi
6.      Yakinkan diet yang dimakan juga mengandung tinggi serat Kekurangan serat dapat menyebabkan konstipasi
7.      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kaloriyang dibutuhkan pasien Mengidentifikasi masalah nutrisi dalam terapi perawatannya
BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Sepsis neonatorum adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistematik dan terdapat bakteri dalam darah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. Perjalanan penyakit sepsis neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga sering sekali tidak terpantau,tanpa pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam.
  1. Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat menelaah dan memahami serta menanggapi apa yang telah penulis susun untuk kemajuan penulisan makalah selanjutnya dan umumnya untuk lebih dalam asuhan keperawatan dalam kasus sepsis neonatorum.

ASUHAN KEPERAWATAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM

BAB I
PENDAHULUAN
11Latar Belakang
Mual dan muntah merupakan salah satu gejala paling awal, paling umum dan paling menyebabkan stres yang dikaitkan dengan kehamilan. Akan tetapi, dokter obstetri dan dokter umum menganggap mual dan muntah hanya semata-mata merupakan sebuah gejala fisiologis, dan sebuah masalah yang sering kali membuat mereka merasa tidak berdaya untuk membantu mengatasinya. Mual dan muntah sering kali diabaikan karena dianggap sebagai sebuah konsekuensi normal di awal kehamilan tanpa mengakui dampak hebat yang ditimbulkannya pada wanita dan keluarga mereka (Denise Tiran, 2008).
Mual dan muntah merupakan gangguan yang paling sering kita jumpai pada kehamilan muda dan dikemukakan oleh 50-70% wanita hamil dalam 16 minggu pertama. Kurang lebih 66% wanita hamil trimester pertama mengalami mual-mual dan 44% mengalami muntah-muntah.
Bila wanita hamil memuntahkan segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat turun, turgor kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuri, keadaan ini disebut hiperemesis gravidarum dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Perbandingan insiden hiperemesis gravidarum 4:1000 kehamilan. Sindrom ini ditandai dengan adanya muntah yang sering, penurunan berat badan, dehidrasi, asidosis karena kelaparan, alkalosis, yang disebabkan menurunnya asam HCl lambung dan hipokalemia.
Dampak yang ditimbulkan pada ibu yaitu kekurangan nutrisi dan cairan sehingga keadaan fisik ibu menjadi lemah dan lelah dapat pula mengakibatkan gangguan asam basa, pneumini aspirasi, robekan mukosa pada hubungan gastroesofagi yang menyebabakn peredaran ruptur esofagus, kerusakan hepar dan kerusakan ginjal, ini akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan janin karena nutrisi yang tidak terpenuhi atau tidak sesuai dengan kehamilan, yang mengakibatkan peredaran darah janin berkurang (setiawan, 2007). Pada janin/bayi, jika hiperemesis ini terjadi hanya di awal kehamilan tidak berdampak terlalu serius, tapi jika sepanjang kehamilan si ibu menderita hiperemesis gravidarum, maka kemungkinan bayinya mengalami BBLR, IUGR, Premtur hingga menjadi abortus (Wiknjosastro, 2005).
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa definisi hiperemesis gravidarum?
2.      Apa etiologi hiperemesis gravidarum?
3.      Apa patologi hiperemesis gravidarum?
4.      Bagaimana patofisiologi hiperemesis gravidarum?
5.      Bagaimana tanda dan gejala hiperemesis gravidarum?
6.      Bagaimana pemeriksaan hiperemesis gravidarum?
7.      Bagaimana penatalaksanaan hiperemesis gravidarum?
8.      Bagaimana asuhan keperawatan pada klien hiperemesis gravidarum?
1.3  Tujuan
1.      Mengetahui definisi hiperemesis gravidarum
2.      Mengetahui etiologi hiperemesis gravidarum
3.      Mengetahui patologi hiperemesis gravidarum
4.      Mengetahui patofisiologi hiperemesis gravidarum
5.      Mengetahui tanda dan gejala hiperemesis gravidarum
6.      Mengetahui pemeriksaan hiperemesis gravidarum
7.      Mengetahui  penatalaksanaan hiperemesis gravidarum
8.      Mengetahui asuhan keperawatan pada klien hiperemesis gravidarum
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
21Definisi Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi (Rustam Mochtar, 1998).
Mual dan muntah yang menetap selama kehamilan yang mengganggu asupan cairan dan nutrisi; awitan biasanya terjadi sebelum 20 minggu kehamilan; cukup berat hingga mengakibatkan penurunan berat badan, dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (Geri Morgan and Carole Hamilton, 2009).
Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu (Sarwono Prawirohardjo, 2002).
Hiperemesis Gravidarum (Vomitus yang merusak dalam kehamilan) adalah nausea dan vomitus dalam kehamilan yang berkembang sedemikian luas sehingga terjadi efek sistemik, dehidrasi dan penurunan berat badan (Ben-Zion Taber,M.D, 1994).
22.  Etiologi Hiperemesis Gravidarum
Penyebab Hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Frekuensi kejadiannya adalah 2 per 1000 kehamilan. Faktor-faktor predisposisi yang dikemukakan (Rustam Mochtar, 1998) adalah:
1.    Faktor adaptasi dan hormonal.
Primagravida belum mampu beradaptasi terhadap hormon estrogen dan Human Chorionik Gonadotropin (HCG), sedangkan pada kehamilan ganda atau mola hidatidosa, jumlah hormon yang dikeluarkan terlalu tinggi.
2.      Faktor psikologis.
Wanita yang menolak hamil, takut kehilangan pekerjaaan, keretakan hubungan dengan suami, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu,dsb dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian karena kesukaran hidup dsb.
3.    Faktor alergi.
Terjadi invasi jaringan vili Chorialis yang masuk ke dalam peredaran darah ibu.
23Patologi Hiperemesis Gravidarum
a.    Hepar          : pada tingkat ringan hanya ditemukan degenerasi lemak sentrilobuler tanpa nekrosis
b.   Jantung       : jantung atrofi, kecil dari biasa. Kadang kala dijumpai perdarahan sub-endokardial
c.    Otak            : terdapat bercak perdarahan otak.
d.   Ginjal          : tampak pucat dan degenerasi lemak pada tubuli kontorti.
(Rustam Mochtar, 1998).
24Patofisiologi Hiperemesis Gravidarum
Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen yang biasa terjadi pada trimester I. Pengaruh psikologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Bila perasaan terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida butirik dan aseton darah.
Muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium  dan klorida darah turun. Selain itu dehidrasai menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkuang pula dan tertimbunnya zat metabolik yang toksik.
Disamping dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esofagus dan lambung (sindroma mollary-weiss), dengan akibat perdarahan gastrointestinal (Sarwono Prawirohardjo, 2002).
25 . Tanda dan Gejala Hiperemesis Gravidarum
Sekalipun batas antara muntah yang fisiologis dan patologis tidak jelas, tetapi muntah yang menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari dan dehidrasi memberi petunjuk bahwa ibu hamil tersebut memerlukan perawatan yang intensif. Gambaran gejala hiperemesis gravidarum secara klinis dapat dibagi menjadi tiga tingkat berikut ini menurut (Manuaba, dkk 2006) adalah :
1.    Hiperemesis gravidarum tingkat pertama (Ringan)
a.    Muntah berlangsung terus.
b.    Makan berkurang.
c.    Berat badan menurun.
d.   Kulit dehidrasi sehingga tonusnya lemah.
e.    Nyeri di daerah epigastrium.
f.     Tekanan darah turun dan nadi meningkat.
g.    Lidah kering.
h.    Mata tampak cekung.
2.    Hiperemesis gravidarum tingkat kedua (Sedang)
a.    Penderita tampak lebih lemah.
b.    Gejala dehidrasi makin tampak, mata cekung, turgor kulit makin kurang, lidah kering dan kotor.
c.    Tekanan darah menurun, nadi maningkat.
d.   Berat badan makin menurun.
e.    Mata ikterus.
f.     Gejala hemokonsentrasi makin tampak: urine berkurang dan bau aseton dalam urine meningkat.
g.    Terjadinya gangguan buang air besar.
h.    Mulai tampak gejala gangguan kesadaran, menjadi apatis.
i.      Napas berbau aseton.
3.    Hiperemesis gravidarum tingkat ketiga (Berat)
a.    Muntah berkurang.
b.    Keadaan umum ibu hamil makin menurun: tekanan darah turun, nadi meningkat, dan suhu naik; keadaan dehidrasi makin jelas/berat.
c.    Gangguan faal hati terjadi dengan manifestasi ikterus.
d.   Gangguan kesadaran dalam bentuk somnolen sampai koma; komplikasi susunan saraf pusat (enselopati wernicke): nistagmus (perubahan arah bola mata), diplopia (gambar tampak ganda), dan perubahan mental.
6.  Pemeriksaan Hiperemesis Gravidarum
Pemeriksaan pada klien hiperemesis gravidarum menurut (Helen Varney, 2006) adalah :
1.      Riwayat
a)      Frekuensi episode muntah
b)      Hubungan muntah dengan asupan makanan ( jenis dan jumlah )
c)      Riwayat pola makan ( jenis makanan dan minuman , jumlah, waktu pemberian, dan reaksinya)
d)     Riwayat pengobatan ( termasuk reaksi obat)
e)      Eliminasi (frekuensi, jumlah, diare, dan kostipasi)
f)       Darah dalam muntahan (ulkus lambung/radang esofagus akibat muntah berulang)
g)      Demam/menggigil
h)      Pajanan pada infeksi virus
i)        Pajanan pada makanan terkontaminasi
j)        Nyeri abdomen
k)      Riwayat gangguan makan
l)        Riwayat diabetes
m)    Pembedahan abdomen sebelumnya
n)      Frekuensi istirahat
o)      Kecemasan dalam kehamilan
p)      Dukungan keluarga
2.      Pemeriksaan fisik
a)      Berat badan ( dan hubungannya dengan berat badan sebelumnya)
b)      Suhu badan , denyut nadi, dan frekuensi pernafasan
c)      Turgor kulit
d)     Kelembapan membrane mukosa
e)      Kondisi lidah ( bengkak, kering, pecah-pecah)
f)       Palpasi abdomen untuk melihat pembesaran organ , nyeri tekan dan distensi
g)      Bising usus
h)      Bau buah ketika bernapas
i)        Pengkajian pertumbuhan janin.
3.      Laboratorium
a)      Pemeriksaan keton dalam urine
b)      Urinalis
c)      BUN dan elektrolit
d)     Tes fungsi ginjal (singkirkan kemungkinan hepatitis, pankreatitis, dan kolestasis)
e)      TSH dan T4 (singkirkan kemungkinan penyakit gondok)
4.      Pengkajian
       Kondisi yang mengindikasikan bahwa wanita mengalami dehidrasi meliputi turgor kulit buruk, peningkatan frekuensi nadi dan pernapasan, penurunan haluaran urine, dan peningkatan berat jenis urine.
27 .Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada ibu dengan hiperemesis gravidarum menurut (Ai Yeyeh Rukiyah dan Lia Yulianti, 2010) dimulai dengan :
1.    Pencegahan
Pencegahan terhadap Hiperemesis  gravidarum perlu dilaksanakan dengan jalan memberikan penerangan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologik. Hal itu dapat dilakukan dengan cara :
a)    Memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan berumur 4 bulan.
b)   Menganjurkan mengubah makanan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering.
c)    Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat.
d)   Hindari makanan yang berminyak dan berbau lemak.
e)    Makan makanan dan minuman yang disajikan jangan terlalu panas atau terlalu dingin.
f)    Menjamin defekasi teratur.
g)   Menganjurkan makan makanan yang banyak mengandung gula untuk menghindarkan kekurangan karbohidrat.
2.    Terapi obat-obatan
Apabila dengan cara diatas keluhan dan gejala tidak berkurang maka diperlukan pengobatan.
a)    Sedativa yang sering diberikan adalah pohenobarbital.
b)   Vitamin yang dianjurkan yaitu vitamin B1 dan B2 yang berfungsi untuk mempertahankan kesehatan syaraf, jantung, otot, serta meningkatkan pertumbuhan dan perbaikan sel (Admin, 2007) dan B6 berfungsi menurunkan keluhan atau gangguan mual bagi ibu hamil dan juga membantu dalam sintesa lemak untuk pembentukan sel darah merah (Admin, 2007).
c)    Antihistaminika juga dianjurkan.
d)   Pada keadaan lebih berat diberikan antiemetik seperti diklomin hidrokhloride, avomin (Winkjosastro, 2005).
3.    Isolasi
Isolasi dilakukan dalam kamar yang tenang tetapi cerah dan peredaran udara baik hanya dokter dan perawat yang boleh keluar masuk sampai muntah berhenti dan pasien mau makan. Catat cairan yang masuk dan keluar, tidak diberikan makan dan minum selama 24 jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
4.    Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan sertamenghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini (Wiknjosastro, 2005).
Bantuan yang positif dalam mengatasi permasalahan psikologis dan sosial dinilai cukup signifikan memberikan kemajuan keadaan umum (Admin, 2008).
             5.    Diet
1)   Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan hanya berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang dalam semua zat–zat gizi, kecuali vitamin C, karena itu hanya diberikan selama beberapa hari
2)   Diet hiperemesis II diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. Secara berangsur mulai diberikan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersama makanan . Makanan ini rendah dalam semua zat-zat gizi kecuali vitamin A dan  D.
3)   Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan. Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali Kalsium. (Taufan Nugroho, 2010).
6.    Terapi parenteral
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5 % dalam cairan fisiologis sebanya 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat ditambah kalium dan vitamin khususnya vitamin B kompleks dn vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam amino secara intravena. dibuat dalam daftar kontrol cairan yang masuk dan dikeluarkan. Air kencing perlu diperiksakan sehari-hari terhadap protein, aseton, klorida, dan bilirubin. Suhu dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila selama 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum bertambah baik dapat dicoba untuk diberikan minuman, dan lambat laun minuman dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan diatas, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaaan akan bertambah baik (Ai Yeyeh Rukiyah dan Lia Yulianti, 2010).
7.    Penghentian kehamilan
Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik jika memburuk. Delirium, kebutaan, takikardia, ikterus, anuria, dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena disatu pihak tidak boleh dilakukan terlalu capat dan dipihak lain tidak boleh menunggu sampai terjadi irreversible pada organ vital (Wiknjosastro, 2005).
8.      Komplikasi
Dampak yang ditimbulkan dapat terjadi pada ibu dan janin, seperti ibu akan kekurangan nutrisi dan cairan sehingga keadaan fisik ibu menjadi lemah dan lelah dapat pula mengakibatkan gangguan asam basa, pneumini aspirasi, robekan mukosa pada hubungan gastroesofagi yang menyebabakn peredaran ruptur esofagus, kerusakan hepar dan kerusakan ginjal, ini akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan janin karena nutrisi yang tidak terpenuhi atau tidak sesuai dengan kehamilan, yang mengakibatkan peredaran darah janin berkurang (setiawan, 2007). Pada bayi, jika hiperemesis ini terjadi hanya di awal kehamilan tidak berdampak terlalu serius, tapi jika sepanjang kehamilan si ibu menderita hiperemesis gravidarum, maka kemungkinan bayinya mengalami BBLR, IUGR, Premtur hingga menjadi abortus (Wiknjosastro, 2005).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1    Pengkajian
1.    Data Subjektif
Nausea dan vomitus merupakan gejala-gejala utama. Pasien tidak dapat menahan makanan dan kehilangan berat badan. Beberapa pasien mengeluh air liurnya berlebihan/hipersalivasi.
Riwayat haid: Sebagian besar pasien sadar akan haid yang tidak datang dan mengetahui bahwa mereka hamil. Tetapi kadang-kadang pasien tidak dapat memberikan informasi yang penting ini, sehingga mengaburkan diagnosis (Ben-Zion Taber,M.D, 1994).
2.      Data Objektif
a.    Pemeriksaan fisik
1)   Pemeriksaan umum
Kulit dan membrane mukosa sering tampak kering dan turgor menurun. Pasien dapat menjadi kurus. Vomitus yang iritatif dapat membuat erosi pada bibir dan wajah bagian bawah; lidah tampak merah, kering dan pecah-pecah. Faring kering dan merah, dan pernapaan berbau busuk dengan bau seperti buah-buahan yang khas untuk ketoasidosis.
Takikardia dan hipotensi dapat menunjukkan dehidrasi hipovolemia. Pada penyakit yang berat dan berkepanjangan, aberasi mental, delirium, sakit kepala, stupor dan koma dapat terjadi.
2)   Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan  ini biasanya normal, meskipun rasa sakit dihepar dapat ditemukan.
3)   Pemeriksaan pelvis
Uterus lunak dan membesarkan sesuai dengan umur gestasi.
(Ben-Zion Taber,M.D, 1994)
b.   Kebutuhan Dasar Khusus
1)   Aktifitas istirahat
Tekanan darah sistol menurun, denyut nadi meningkat (> 100 kali per menit).
2)   Integritas ego
Konflik interpersonal keluarga, kesulitan ekonomi, perubahan persepsi tentang kondisinya, kehamilan tak direncanakan.
3)   Eliminasi
Perubahan pada konsistensi; defekasi, peningkatan frekuensi berkemih Urinalisis : peningkatan konsentrasi urine.
4)   Makanan/cairan
Mual dan muntah yang berlebihan (4 – 8 minggu) , nyeri epigastrium, pengurangan berat badan (5 – 10 Kg), membran mukosa mulut iritasi dan merah, Hb dan Ht rendah, nafas berbau aseton, turgor kulit berkurang, mata cekung dan lidah kering.
5)   Pernafasan
Frekuensi pernapasan meningkat.
6)   Keamanan
Suhu kadang naik, badan lemah, icterus dan dapat jatuh dalam koma.
7)   Seksualitas
Penghentian menstruasi, bila keadaan ibu membahayakan maka dilakukan abortus terapeutik.
8)   Interaksi sosial
Perubahan status kesehatan/stressor kehamilan, perubahan peran, respon anggota keluarga yang dapat bervariasi terhadap hospitalisasi dan sakit, sistem pendukung yang kurang.
c.    Tes Laboratorium
1)    Pemeriksaan darah lengkap dengan apusan darah
Nilai hemoglobin dan hematokrit yang meningkat menunjukkan hemokosentrasi berkaitan dengan dehidrasi. Anemia mungkin merupakan konsekuensi dari malnutrisi.
2)    Urinalisis
Urin biasanya hanya sedikit dan mempunyai kosentrasi tinggi sebagai akibat dehidrasi. Aseton  menunjukkan asidosis starvasi (Ben-Zion Taber,M.D, 1994).
3.2  Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien hiperemesis gravidarum adalah meliputi :
1.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual-muntah.
2.    Gangguan keseimbangan  cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan secara aktif.
3.    Koping tidak efektif berhubungan dengan perubahan psikologi kehamilan.
4.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
3.3  Intervensi Keperawatan
Dx(1)     : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual-muntah.
Tujuan  : Menyeimbangkan pemenuhan nutrisi klien sesuai dengan kebutuhan. Intervensi
1.      Batasi intake oral hingga muntah berhenti.
Rasional : Memelihara keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah muntah selanjutnya.
2.      Berikan obat antiemetik yang diprogramkan dengan dosis rendah, misalnya Phenergan 10-20mg/i.v.
Rasional : Mencegah muntah serta memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
3.      Pertahankan terapi cairan yang diprogramkan.
Rasional : Koreksi adanya hipovolemia dan keseimbangan elektrolit.
4.      Catat intake dan output.
Rasional : Menentukan hidrasi cairan dan pengeluaran melalui muntah.
5.      Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Dapat mencukupi asupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh
6.      Anjurkan untuk menghindari makanan yang berlemak.
Rasional : dapat menstimulus mual dan muntah
7.      Anjurkan untuk makan makanan selingan seperti biskuit, roti dan teh (panas) hangat sebelum bagun tidur pada siang hari dan sebelum tidur.
Rasional : Makanan selingan dapat mengurangi atau menghindari rangsang mual muntah yang berlebih.
8.      Catat intake terapi parenteral, jika intake oral tidak dapat diberikan dalam periode tertentu.
Rasional : Untuk mempertahankan keseimbangan nutrisi.
9.      Inspeksi adanya iritasi atau lesi pada mulut.
Rasional : Untuk mengetahui integritas mukosa mulut.
10.  Kaji kebersihan oral dan personal hygiene serta penggunaan cairan pembersih mulut sesering mungkin.
Rasional : Untuk mempertahankan integritas mukosa mulut.
11.  Pantau kadar Hemoglobin dan Hemotokrit.
Rasional : Mengidenfifikasi adanya anemi dan potensial penurunan kapasitas pembawa oksigen ibu. Klien dengan kadar Hb < 12 mg/dl atau kadar Ht rendah dipertimbangkan anemi pada trimester I.
12.  Test urine terhadap aseton, albumin dan glukosa.
Rasional : Menetapkan data dasar ; dilakukan secara rutin untuk mendeteksi situasi potensial resiko tinggi seperti ketidakadekuatan asupan karbohidrat dan Hipertensi karena kehamilan.
13.  Ukur pembesaran uterus.
Rasional : Malnutrisi ibu berdampak terhadap pertumbuhan janin dan memperberat penurunan komplemen sel otak pada janin, yang mengakibatkan kemunduran perkembangan janin dan kemungkinan-kemungkinan lebih lanjut.
Dx(2)     : Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan.
Tujuan  : Mengembalikan volume cairan agar normal kembali.
Intervensi
1.      Tentukan frekuensi atau beratnya mual/muntah.
Rasional : Memberikan data berkenaan dengan semua kondisi. Peningkatan kadar Hormon Chorionik Gonadotropin (HCG), perubahan metabolisme karbohidrat dan penurunan motilitas gastrik memperberat mual/muntah pada trimester I.
2.      Tinjau ulang riwayat kemungkinan masalah medis lain (misalnya Ulkus peptikum, gastritis).
Rasional :Membantu dalam mengenyampingkan penyebab lain untuk mengatasi masalah khusus dalam mengidentifikasi intervensi.
3.      Kaji suhu badan dan turgor kulit, membran mukosa, TD, input/output dan berat jenis urine. Timbang BB klien dan bandingkan dengan standar.
Rasional : Sebagai indikator dalam membantu mengevaluasi tingkat atau kebutuhan hidrasi.
4.      Anjurkan peningkatan asupan minuman berkarbonat, makan sesering mungkin dengan jumlah sedikit. Makanan tinggi karbonat seperti : roti kering sebelum bangun dari tidur.
Rasional : Membantu dalam meminimalkan mual/muntah dengan menurunkan keasaman lambung.
Dx(3)     : Cemas berhubungan dengan Koping tidak efektif, perubahan psikologi kehamilan.
Tujuan  : Menurunkan tingkat kecemasan klien.
Intervensi
1.      Kontrol lingkungan klien dan batasi pengunjung.
Rasional : Untuk mencegah dan mengurangi kecemasan
2.      Kaji tingkat fungsi psikologis klien.
Rasional : Untuk menjaga intergritas psikologis
3.      Berikan support psikologis.
Rasional : Untuk menurunkan kecemasan dan membina rasa saling percaya.
4.      Berikan penguatan positif.
Rasional : Untuk meringankan pengaruh psikologis akibat kehamilan.
5.      Berikan pelayanan kesehatan yang maksimal.
Rasional : Penting untuk meningkatkan kesehatan mental klien
Dx(4)     : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan  : Meningkatkan toleransi aktivitas.
Intervensi
1.    Anjurkan klien membatasi aktifitas dengan isrirahat yang cukup.
Rasional : Menghemat energi dan menghindari pengeluaran tenaga yang terus-menerus untuk meminimalkan kelelahan/kepekaan uterus.
2.    Anjurkan klien untuk menghindari mengangkat berat.
Rasional : Aktifitas yang ditoleransi sebelumnya mungkin tidak dimodifikasi untuk wanita beresiko.
3.    Bantu klien beraktifitas secara bertahap
Rasional : Aktifitas bertahap meminimalkan terjadinya trauma serta meringankan dalam memenuhi kebutuhannya.
4.    Anjurkan tirah baring yang dimodifikasi sesuai indikasi
Rasional : Tingkat aktifitas mungkin perlu dimodifikasi sesuai indikasi.
3.4  Implementasi
Implementasi yang dilakukan yaitu sesuai dengan intervensi yang direncanakan.
3.5  Evaluasi
a.       Pasien tidak lagi menunjukkan bukti penurunan berat badan
b.      Pasien terhindar dari kerusakan kulit atau infeksi disekitar pemasangan slang
c.       TTV tetap stabil
d.      Volume cairan tetap adekuat
e.       Pasien mempunyai turgor kulit normal dan membrane mukosa lembap
f.       Berat jenis urin tetap di antara 1,005 dan 1,010
g.      Pasien mempertahankan keseimbangan cairan ( asupan seimbang dengan haluaran)
h.      Pasien menyatakan peningkatan rasa nyaman
i.        Membrane mukosa mulut merah muda dan lembap
j.        Pasien mempertahankan kekuatan otot dan ROM sendi
k.      Pasien melakukan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang dapat ditoleransi
BAB III
PENUTUP
4.1  Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1.      Hiperemesis  gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan pada wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umum pasien memburuk.
2.      Penyebab Hiperemesis  gravidarum secara pasti belum diketahui, faktor predisposisinya antara lain ; faktor adaptasi dan hormonal atau peningkatan kadar HCG, faktor psikologik, dan faktor alergi.
3.      Secara patologik menunjukkan adanya kelainan-kelainan dalam berbagai alat tubuh seperti hati, jantung, otak dan ginjal
4.      Hiperemesis  gravidarum dapat mengakibatkan dehidrasi, kekurangan energi, tertimbun zat metabolik toksik, terganggunya keseimbangan elektrolit dan perdarahan gastrointestinal
5.      Hiperemesis  gravidarum terbagi dalam 3 tingkatan yaitu ringan, sedang dan berat
6.      Penanganan Hiperemesis  gravidarum pada tahap awal adalah pencegahan yaitu dengan memberikan konseling untuk menghadapi kehamilan dan komplikasinya
7.      Terapi yang diberikan pada kasus Hiperemesis  gravidarum adalah terapi obat-obatan, terapi psikologik, terapi parenteral dan isolasi. Apabila keadaan tetap memburuk terminasi kehamilan perlu dipertimbangkan.
4.2  Saran
Sebagai perawat harus mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan jika menghadapi kondisi pasien atau klien dengan Hiperemesis Gravidarum. Sebaiknya perawat memberikan penanganan terbaik kepada pasien hiperemesis gravidarum agar klien dapat menjalani proses kehamilan dengan lancar sampai pada proses persalinan dengan selamat.